Artikel
Artikel
Cash vs Cicilan Kredit: Mana yang Lebih Bijak untuk Keuanganmu?
Financial | 16 July 2025

Sumber: freepik.com
Kita hidup di era serba cepat, serba instan, dan penuh pilihan. Salah satunya, pilihan cara membeli barang: langsung lunas atau pakai cicilan kredit?
Toko-toko menawarkan promo cicilan 0%, aplikasi belanja menyodorkan fitur cicilan kredit, bahkan beli kopi pun kini bisa dicicil. Tapi apakah cicilan kredit selalu buruk? Apakah bayar tunai selalu bijak?
Jangan buru-buru memutuskan. Pertanyaan ini bukan soal gaya, tapi soal strategi finansial yang akan berdampak ke dompet—hari ini dan nanti. Mari bahas secara menyeluruh.
Bayar Tunai: Bebas Bunga, Bebas Beban
Membayar barang secara cash punya keunggulan jelas:
1. Barang langsung jadi milik
2. Tidak ada kewajiban bulanan
3. Tidak ada bunga atau biaya tersembunyi
Rasanya pun lega—seolah satu beban hilang begitu transaksi selesai. Tapi, tunggu dulu. Uang tunai yang keluar itu bisa sangat besar. Kalau sampai menguras dana darurat atau mengorbankan rencana lain (asuransi, tabungan pendidikan, dll), apakah tetap bisa disebut bijak?
Cicilan Kredit: Akses Cepat, Tapi Wajib Siap Komitmen
Banyak orang merasa terbantu dengan cicilan kredit, apalagi jika barang yang dibeli benar-benar dibutuhkan sekarang juga. Laptop kerja, motor operasional, atau mesin cuci bisa langsung digunakan tanpa menunggu menabung berbulan-bulan.
Cicilan menciptakan fleksibilitas, tapi juga membawa tanggung jawab. Angsuran bulanan yang tampak kecil bisa jadi beban besar kalau ada tiga atau empat cicilan berjalan bersamaan.
Pertanyaannya: sudahkah kamu cek total semua cicilan kredit yang sedang kamu jalani?
“Cicilan Ringan” Seringkali Tidak Ringan
Mari hitung sebentar.
Misalnya harga barang Rp10 juta, ditawarkan cicilan kredit 12 bulan dengan bunga 1,5% flat per bulan.
Cicilan per bulan: sekitar Rp950 ribu
Total pembayaran: Rp11.400.000
Selisih: Rp1,4 juta lebih mahal dari harga aslinya
Dan itu belum termasuk biaya admin, asuransi, atau denda keterlambatan.
Kalau kamu tidak menghitung, kamu tidak tahu.
Kalau kamu tidak tahu, kamu bisa terjebak.
Perlu atau Ingin? Jangan Terkecoh Judul Promo
Sebagian besar keputusan membeli bukan soal kebutuhan, tapi keinginan.
Kita tergoda karena promo terbatas, label diskon, atau cicilan kredit tanpa DP yang seolah tidak memberatkan.
Sebelum memutuskan, coba tanyakan:
1. Apakah barang ini memang benar-benar dibutuhkan sekarang?
2. Apakah saya akan menggunakannya setiap hari?
3. Apakah saya rela mencicil selama 12 bulan untuk barang ini?
Kalau ragu, mungkin jawabannya tidak.
Baca Juga: Literasi Finansial: Kenapa Harus Belajar Ngatur Uang dari Sekarang, Bukan Nanti?
Strategi Cash Bisa Membebaskan, Bisa Juga Menjerat
Membayar secara tunai memang memberi rasa tenang. Tapi jangan salah: membayar tunai tanpa pertimbangan juga bisa merugikan.
Contohnya:
Orang membayar tunai untuk barang konsumtif (misalnya gadget atau furniture), lalu kehabisan uang ketika harus bayar biaya rumah sakit atau kehilangan pekerjaan.
Cash bukan berarti aman, kalau tidak punya cadangan.
Cicilan Bisa Produktif Kalau Dipakai untuk Barang yang Menghasilkan
Ada kalanya cicilan kredit justru jadi alat untuk mempercepat kemajuan finansial.
Contoh:
1. Laptop untuk freelance
2. Kamera untuk konten
3. Motor untuk ojek online
Barang-barang ini akan membantu menghasilkan uang, sehingga cicilan terasa seperti “investasi lunak”.
Selama perhitungan arus kas tetap sehat, mencicil aset produktif bisa lebih baik daripada menunda peluang.
Skor Kredit: Keuntungan Tersembunyi dari Cicilan Kredit yang Sehat
Cicilan kredit juga bisa bantu kamu membangun rekam jejak finansial positif. Kalau kamu rajin bayar tepat waktu, datamu akan tercatat di sistem SLIK OJK. Suatu saat saat kamu ingin mengajukan KPR, kredit usaha, atau pembiayaan lainnya, rekam cicilan ini bisa jadi tiket emas.
Tapi sekali saja kamu terlambat bayar, skor kredit bisa turun. Dan dampaknya? Bisa bertahan selama bertahun-tahun.
Jangan Lupa Prinsip 30%: Ukur Kekuatan Finansialmu
Cicilan yang sehat tidak boleh melebihi 30% dari total penghasilan bulanan.
Kalau gaji kamu Rp6 juta, total cicilan kredit (termasuk kartu kredit, KPR, paylater) idealnya tidak lebih dari Rp1,8 juta.
Lewat dari itu, kamu berisiko kehilangan kemampuan untuk menabung, berinvestasi, bahkan memenuhi kebutuhan pokok.
Kombinasi Bisa Jadi Kunci: Bayar Sebagian, Cicil Sebagian
Metode hybrid semakin populer: bayar sebagian besar secara tunai, sisanya dicicil.
Contoh: DP besar untuk menekan jumlah cicilan kredit dan tenor.
Atau strategi lain:
Barang konsumtif dibayar cash setelah menabung. Barang produktif dicicil dengan tenor pendek agar cepat lunas.
Fleksibel, rasional, dan tetap menjaga cash flow.
Akhirnya, Soal Kendali Bukan Soal Cara
Cara kamu membayar barang adalah cerminan bagaimana kamu mengelola hidup.
Tidak semua cicilan kredit buruk, tidak semua cash cemerlang.
Yang penting: kamu tahu kenapa memilih cara itu, dan siap dengan segala konsekuensinya. Karena kendali keuangan bukan tentang metode, tapi tentang kesadaran.
Setiap cicilan yang dibayar, setiap rupiah yang ditransfer, setiap keputusan kecil tentang uang—semuanya ikut menyusun peta besar hidupmu. Entah kamu memilih cash atau cicilan kredit, pastikan keputusan itu bukan hasil impuls, tapi hasil dari pemahaman. Karena hidup ini panjang, dan keuangan yang sehat adalah bekal terbaik untuk menjalaninya.